Penyebab Keputihan setelah Berhubungan Seks
Keputihan setelah berhubungan seks adalah hal yang wajar dan dapat terjadi karena berbagai faktor. Salah satu penyebab utamanya adalah respons alami tubuh dalam menjaga keseimbangan pH vagina, membersihkan bakteri atau sisa cairan yang masuk saat berhubungan intim, serta mencegah infeksi.
Keputihan normal umumnya berwarna bening atau putih, tidak berbau, dan tidak menimbulkan gatal. Namun, jika cairan keputihan berwarna kekuningan, kehijauan, atau abu-abu, serta disertai bau tidak sedap dan iritasi, kondisi ini bisa menjadi tanda infeksi atau masalah kesehatan lainnya.
Apakah Normal Jika Keputihan setelah Berhubungan Intim?
Keputihan setelah berhubungan intim pada dasarnya merupakan kondisi yang normal dan alami. Tubuh secara alami memproduksi cairan ini untuk membersihkan vagina dari bakteri, sel mati, atau sisa cairan yang masuk selama berhubungan intim.
Namun, tidak semua keputihan yang muncul setelah berhubungan intim tergolong normal. Menurut NHS, keputihan yang sehat biasanya memiliki beberapa ciri, seperti berwarna putih atau bening, tidak berbau menyengat, serta memiliki tekstur yang tebal dan lengket, atau licin dan basah.
Jumlah keputihan yang keluar dapat bervariasi pada setiap orang dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kehamilan, aktivitas seksual, serta penggunaan alat kontrasepsi. Saat ovulasi, wanita juga cenderung mengalami keputihan dalam jumlah lebih banyak, dengan tekstur yang lebih licin dan basah.
8 Penyebab Keputihan setelah Berhubungan Seks
Keputihan setelah berhubungan seksual umum dialami oleh banyak wanita. Meskipun merupakan bagian normal dari respons tubuh, ada berbagai faktor dapat menyebabkan keputihan pasca-hubungan intim. Berikut adalah beberapa penyebab keputihan setelah berhubungan seks, antara lain:
1. Gairah Seksual
Selama rangsangan seksual, aliran darah ke organ genital meningkat, menyebabkan pembengkakan pada klitoris, labia, dan jaringan vagina. Kelenjar di vagina kemudian mengeluarkan cairan bening dan encer untuk melumasi selama aktivitas seksual. Cairan ini dapat membuat keputihan tampak lebih jelas, dengan konsistensi yang lebih kental dan berwarna bening atau putih susu.
2. Ejakulasi Wanita
Beberapa wanita mengalami ejakulasi selama hubungan seksual, di mana cairan dikeluarkan melalui uretra. Dikutip dari Medical News Today, diperkirakan sekitar 10–54% wanita mengalami fenomena ini. Ejakulasi wanita merupakan proses alami dan sehat yang dapat menyebabkan peningkatan keputihan setelah berhubungan intim.
3. Perubahan Siklus Menstruasi
Fluktuasi hormon sepanjang siklus menstruasi dapat memengaruhi jumlah dan tampilan keputihan. Pada awal dan akhir siklus, keputihan mungkin lebih kental dan berwarna putih. Selama ovulasi, keputihan cenderung lebih bening dan cair, menyerupai putih telur.
Setelah ovulasi, peningkatan hormon progesteron membuat keputihan menjadi lebih kental dan berwarna lebih keruh. Perubahan ini merupakan hal yang normal dan dapat memengaruhi keputihan yang dialami setelah berhubungan seksual.
4. Reaksi Iritasi atau Alergi
Beberapa wanita mungkin mengalami iritasi atau reaksi alergi terhadap pelumas atau kondom (terutama yang berbahan lateks) yang digunakan selama berhubungan intim. Reaksi ini dapat menyebabkan peradangan dan meningkatkan produksi keputihan sebagai respons tubuh terhadap alergi. Gejala lain yang mungkin muncul termasuk gatal, kemerahan, atau sensasi terbakar pada area genital.
5. Perubahan Flora Vagina
Vagina memiliki keseimbangan mikroorganisme yang dikenal sebagai flora vagina, yang berperan dalam menjaga kesehatan dengan mempertahankan pH rendah dan mencegah pertumbuhan organisme berbahaya.
Aktivitas seksual dapat mengubah lingkungan vagina dengan memperkenalkan bakteri baru dari pasangan atau menggeser keseimbangan flora normal. Perubahan ini dapat menyebabkan keputihan sementara setelah berhubungan intim.
6. Infeksi Jamur (Kandidiasis)
Infeksi jamur, yang biasanya disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan jamur Candida albicans, dapat menyebabkan keputihan yang kental, putih, dan menggumpal, sering disertai dengan gatal atau iritasi. Aktivitas seksual tidak secara langsung menyebabkan infeksi jamur, tetapi dapat memicu gejala pada wanita yang sudah rentan atau mengalami peningkatan pH vagina (menjadi lebih basa).
7. Infeksi Bakteri (Vaginosis Bakterialis)
Vaginosis bakterialis terjadi ketika keseimbangan bakteri normal di vagina terganggu, sehingga memungkinkan pertumbuhan berlebihan bakteri tertentu, seperti Gardnerella vaginalis. Gejalanya meliputi keputihan berwarna putih keruh atau abu-abu dengan bau amis yang kuat.
Perubahan pH vagina akibat aktivitas seksual dapat memicu atau memperburuk kondisi ini. Jika disertai gejala seperti gatal, sensasi terbakar, atau nyeri saat buang air kecil, sebaiknya konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
8. Penyakit Menular Seksual (PMS)
Beberapa penyakit menular seksual (PMS) dapat menyebabkan keputihan yang tidak normal setelah berhubungan seksual. Misalnya, klamidia dapat menyebabkan keputihan berwarna kuning, sedangkan gonore dapat menyebabkan keputihan berwarna putih, kuning, atau hijau.
Gejala lain yang mungkin muncul termasuk nyeri saat buang air kecil, perdarahan di antara periode menstruasi, atau nyeri panggul. Jika Anda mengalami gejala tersebut, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter guna mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat.
Konsultasi di Klinik Kirana
Memahami berbagai penyebab keputihan setelah berhubungan seks dapat membantu Anda menentukan apakah perubahan yang Anda alami merupakan respons normal tubuh atau indikasi kondisi yang memerlukan perhatian medis.
Jika Anda mengalami keputihan dengan warna, bau, atau konsistensi yang tidak biasa, terutama jika disertai gejala lain seperti gatal, nyeri, atau iritasi, sebaiknya konsultasikan dengan dokter atau tenaga medis profesional untuk evaluasi lebih lanjut.
Hindari penggunaan obat tanpa resep dokter dan selalu jaga kebersihan organ reproduksi Anda. Klinik Kirana siap membantu Anda mengatasi keputihan, kami akan memberikan penanganan yang sesuai dengan kondisi kesehatan Anda.
Klik di sini untuk Periksa Keputihan.
Artikel ini Disusun Oleh Mirna S. Tim Medis Klinik kirana dan Sudah ditinjau oleh : dr. Hadi Purnomo - Kepala Dokter Klinik Kirana
Baca Proses Editorial Klinik Kirana disini : Proses Editorial
- Mylonas, I., & Friese, K. (2007). [Genital discharge in women].. MMW Fortschritte der Medizin, 149 35-36, 42-6; quiz 47. Accessed 24/02/2024
- Handsfield, H. (1981). Postoperative vaginal discharge.. JAMA, 245 10, 1026 . https://doi.org/10.1001/JAMA.1981.03310350016009. Accessed 24/02/2024
- Puri, K., Madan, A., & Bajaj, K. (2003). Incidence of various causes of vaginal discharge among sexually active females in age group 20-40 years.. Indian journal of dermatology, venereology and leprology, 69 2, 122-5. Accessed 24/02/2024
- Patel, V., Pednekar, S., Weiss, H., Rodrigues, M., Barros, P., Nayak, B., Tanksale, V., West, B., Nevrekar, P., Kirkwood, B., & Mabey, D. (2005). Why do women complain of vaginal discharge? A population survey of infectious and pyschosocial risk factors in a South Asian community.. International journal of epidemiology, 34 4, 853-62 . https://doi.org/10.1093/IJE/DYI072. Accessed 24/02/2024
- McCathie, R. (2006). Vaginal discharge: common causes and management. Current Obstetrics & Gynaecology, 16, 211-217. https://doi.org/10.1016/J.CUROBGYN.2006.05.004. Accessed 24/02/2024
Konsultasi Keluhan Anda Bersama Dokter Online. Gratis!
Langsung saja konsultasi online atau reservasi online
di nomor 082122077347 atau dapat mengklik link Konsultasi Gratis. Rahasia Terjamin.